PROVINSI KALIMANTAN BARAT
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU
NOMOR … TAHUN 2016
TENTANG
PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT
HUKUM ADAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI
SANGGAU,
Menimbang : a. bahwa
keberadaan masyarakat hukum adat
di Kabupaten Sanggau merupakan cerminan keberagaman
Bangsa Indonesia yang harus
diakui dan dilindungi
sesuai dengan amanat Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
b. bahwa
pelaksanaan program pembangunan
di Kabupaten Sanggau selama
ini belum memberikan
pengakuan dan perlindungan
secara optimal terhadap hak-hak masyarakat hukum adat, khususnya yang
menyangkut hak atas budaya, tanah, wilayah, dan pengelolaan sumber daya alam
yang diperoleh secara turun-temurun menurut hukum adatnya; |
c. bahwa
belum optimalnya pengakuan dan perlindungan hak-hak
masyarakat hukum adat di Kabupaten Sanggau, mengakibatkan munculnya konflik
di masyarakat hukum adat serta dapat
menghalangi masyarakat
hukum adat untuk berdaulat, mandiri dan bermartabat sebagai bagian dari bangsa Indonesia;
|
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c maka perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan
Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Sanggau;
|
Mengingat: 1. Pasal 18 ayat
(6), 18B ayat (2) dan Pasal
21 dan Pasal 28I ayat (3), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
2. Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang–undang Darurat Nomor
3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 9) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1820);
|
3. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043;
|
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419);
|
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang
Pengesahan United Nations Convention on
Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai
Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3556);
|
6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3886 );
|
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004 tentang Penetapan
Peraturan pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
|
8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005
tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Cultural
Rights (Kovenan Internasional
tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);
|
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005
tentang Pengesehan International Covenant on Civil, and Polical Rights (Kovenan International tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4558);
|
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
|
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
|
12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
|
13. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
|
14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
|
15. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 308, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5613);
|
16. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
|
17. Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat;
|
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52
Tahun 2007 tentang Pelestarian dan Pengembangan Adat-Istiadat dan Nilai
Sosial Budaya Masyarakat;
|
19. Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM dan
Menteri Dalam Negeri Nomor:
20 Tahun 2012
Nomor: 77 Tahun
2012 Tentang Parameter Hak Asasi Manusia dalam
Pembentukan Produk Hukum Daerah;
|
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah;
|
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52
Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat;
|
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56
Tahun 2014 tentang Tata Cara Peran Masyarakat dalam Perencanaan Tata Ruang
Daerah;
|
23. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 10 Tahun
2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2014-2034 (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2014
Nomor 10 Nomor Registrasi Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat: 8/2014);
|
24. Peraturan Daerah Kabupaten Sanggau
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2014-2019
(Lembaran Daerah Kabupaten Sanggau
Tahun 2014 Nomor 1 Nomor Registrasi
Peraturan Daerah Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat:
1/2014);
|
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SANGGAU
Dan
BUPATI KABUPATEN SANGGAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGAKUAN DAN
PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah
ini yang dimaksud dengan:
1.
Daerah adalah Kabupaten Sanggau;
2.
Bupati adalah Bupati Kabupaten Sanggau;
3.
Pemerintah Daerah adalah Bupati
dan
Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten
Sanggau;
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sanggau yang selanjutnya disebut DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Kabupaten Sanggau;
5.
Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai
perangkat daerah kabupaten dan daerah Kota;
6.
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berada di
Daerah Kabupaten Sanggau;
7.
Pemerintah Desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
8. Badan Permusyawaratan Desa atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang
merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan desa;
9.
Pengakuan hak adalah pernyataan, tindakan secara de facto dan de jure atas keberadaan masyarakat hukum adat
beserta hak-haknya yang diberikan oleh pemerintah atau pihak lain;
10.
Perlindungan hak masyarakat hukum adat adalah suatu
bentuk pelayanan yang wajib diberikan oleh negara kepada masyarakat hukum adat
dalam rangka menjamin terpenuhi hak-hak mereka untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagai satu
kelompok masyarakat, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya serta
terlindungi dari tindakan diskriminasi;
11. Adat-Istiadat adalah sistem nilai,
norma, kaidah dan keyakinan sosial yang tumbuh, berkembang, dihayati,
dipelihara dan dipatuhi oleh masyarakat hukum adat sebagai
pedoman/aturan dalam kehidupannya;
12. Masyarakat hukum Adat yang selanjutnya disebut masyarakat hukum adat Kabupaten Sanggau adalah
Warga Negara Indonesia yang memiiki karakteristik khas, hidup berkelompok
secara harmonis sesuai hukum adatnya, memiliki ikatan pada asal usul leluhur
dan atau kesamaan tempat tinggal, terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan
lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah tertentu secara
turun temurun;
13. Hukum Adat adalah
seperangkat norma atau aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang
hidup dan berlaku untuk mengatur tingkah laku manusia yang bersumber pada nilai
budaya bangsa Indonesia, yang diwariskan secara turun temurun, yang senantiasa
ditaati dan dihormati untuk keadilan dan ketertiban masyarakat, dan mempunyai
akibat hukum atau sanksi;
14.
Hak-hak masyarakat hukum adat adalah hak yang bersifat asal
usul yang melekat pada masyarakat hukum adat, yang bersumber dari tatanan
politik, ekonomi, struktur sosial dan budaya mereka, khususnya hak- hak atas
tanah, wilayah dan sumber daya alam;
15.
Hutan adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah
hukum adat;
16.
Tanah adat adalah tanah beserta isinya yang berada di
wilayah adat,
yang dikuasai berdasarkan hukum adat, baik yang ada hutan maupun yang tidak ada
hutan dengan luas dan batas-batas yang jelas, baik milik perorangan maupun
kolektif;
17. Wilayah Adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau perairan
beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dengan batas-batas tertentu,
dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun-temurun dan secara
berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui
pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau
hutan adat;
18.
Lembaga adat adalah perangkat organisasi yang tumbuh dan berkembang di
wilayah hukum adat, bersifat mandiri, berfungsi untuk mengatur, mengurus dan
menyelesaikan berbagai permasalahan- permasalahan kehidupan sesuai dengan hukum
adat yang berlaku;
19.
Peradilan adat adalah mekanisme penyelesaian sengketa
berdasarkan hukum adat atas pelanggaran terhadap hak-hak adat dan hukum adat;
20.
Pemberdayaan masyarakat hukum adat adalah proses pembangunan untuk menfasilitasi dan mendorong masyarakat
hukum adat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku
utama dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan;
21.
Konflik adalah tumpang tindih klaim antara para pihak mengenai hak- hak masyarakat
hukum adat, termasuk di dalamnya penguasaan, pengelolaan tanah, wilayah dan
sumber daya alam;
22.
Pemetaan wilayah adat adalah proses penerjemahan suatu
bentang alam ke dalam bentuk kartografi atas sejarah asal usul, tata pengaturan
dan pengurusan suatu wilayah sesuai dengan sistem pengetahuan dan praktek-
praktek yang berlaku di masyarakat hukum adat;
23.
Kearifan lokal adalah gagasan-gagasan, nilai-nilai,
pandangan-padangan yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
hidup dan berkembang dalam satu komunitas masyarakat hukum adat dan dijalankan
oleh anggota masyarakat hukum adat yang bersangkutan;
24.
Tindak pidana ringan adalah semua tindak pidana yang
diancam dengan ancaman hukuman di bawah dari 5 (lima) tahun penjara.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pengaturan terhadap masyarakat hukum adat diselenggarakan berdasarkan asas:
a.
keadilan;
b.
kesetaraan dan non-diskriminasi;
c.
keberlanjutan Lingkungan;
d.
partisipasi;
e.
kearifan lokal;
f.
keberagaman;
g.
transparansi.
Pasal 3
Pengaturan pengakuan
dan perlindungan hak masyarakat hukum adat bertujuan untuk:
a.
mewujudkan masyarakat hukum adat yang aman, toleran tumbuh dan
berkembang sebagai kelompok masyarakat sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusian serta terlindungi dari
tindakan diskriminasi;
b.
mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat sebagai
dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengembangan program pembangunan;
c.
memfasilitasi masyarakat hukum adat agar dapat berpartisipasi
dalam pembangunan;
d.
memberikan kepastian dan akses
keadilan bagi masyarakat hukum adat dalam pemenuhan atas hak-haknya;
e.
mewujudkan
pemberdayaan masyarakat hukum adat.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Ruang lingkup peraturan daerah ini mencakup keberadaan masyarakat
hukum adat, kedudukan masyarakat hukum adat, wilayah masyarakat hukum adat, pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum
adat, hak
dan kewajiban masyarakat hukum adat, kelembagaan adat, pemberdayaan masyarakat hukum adat, tanggung-jawab pemerintah, pendanaan, dan penyelesaian sengketa.
BAB IV
KEBERADAAN DAN KEDUDUKAN MASYARAKAT
HUKUM ADAT
Pasal 5
(1)
Keberadaan masyarakat hukum adat didasarkan pada ikatan keturunan
(genealogis), ikatan wilayah (teritorial), dan ikatan
keturunan-wilayah (geneologis-teritorial).
(2)
Keberadaan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memiliki ciri-ciri :
a. terdiri atas sekelompok orang bersifat teratur yang membentuk kesatuan masyarakat hukum adat;
b. menempati secara tetap wilayah/daerah tertentu atau berada dalam
kesatuan wilayah;
c. memiliki penguasa/pemimpin dalam komunitas;
d. memiliki hubungan berdasarkan ikatan geneologis, teritorial, dan
genelogis-teritorial;
e. memiliki harta kekayaan material dan immaterial;
f. mempunyai kesatuan hukum (hukum adat); dan
g. memiliki sistem kepercayaan.
Pasal 6
Masyarakat
hukum adat berkedudukan sebagai subyek hukum yang memiliki kedudukan yang
sama dengan Warga Negara Indonesia
lainnya.
BAB V
WILAYAH ADAT
Pasal 7
(1)
Wilayah adat meliputi kampung, gabungan dua atau beberapa kampung
atau kampung dengan sebutan lain.
(2)
Wilayah adat ditentukan oleh masyarakat hukum adat atas dasar adat
istiadat dan/atau hukum adat serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat hukum adat secara turun temurun.
BAB VI
PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
Pasal 8
(1)
Pengakuan
dan perlindungan masyarakat hukum adat
dilakukan oleh pemerintah daerah.
(2)
Dalam melakukan pengakuan
dan perlindungan masyarakat hukum
adat bupati membentuk Panitia Masyarakat
Hukum Adat kabupaten.
(3)
Struktur organisasi Panitia
Masyarakat Hukum Adat ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 9
Pengakuan dan
perlindungan masyarakat hukum adat dilakukan melalui :
a.
identifikasi masyarakat hukum adat;
b.
verifikasi masyarakat
hukum adat;
dan
c.
Penetapan masyarakat hukum
adat.
Pasal 10
(1)
Identifikasi Masyarakat Hukum Adat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf
a dilakukan oleh Camat dengan melibatkan
Masyarakat hukum adat.
(2)
Identifikasi Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a.
sejarah masyarakat hukum adat;
b.
wilayah adat;
c.
hutan
adat;
d.
hukum Adat;
e.
bahasa;
f.
harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; dan
g.
kelembagaan/sistem pemerintahan adat.
(3)
Hasil Identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan verifikasi dan
validasi oleh Panitia Masyarakat Hukum Adat kabupaten.
(4) Hasil verifikasi dan validasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diumumkan kepada
masyarakat hukum adat setempat paling lama
1 (satu) bulan.
Pasal 11
(1)
Hasil verifikasi
dan validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) disampaikan Rekomendasi
Panitia Masyarakat
Hukum Adat Kabupaten kepada
Bupati.
(2) Berdasarkan rekomendasi Panitia Masyarakat
Hukum Adat, Bupati menetapkan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat
dengan Keputusan Bupati.
(3) Masyarakat hukum adat dapat mengajukan
keberatan terhadap hasil penetapan Bupati sebagaimana dimaksud ayat (2) paling
lama 60 (enampuluh) hari sejak ditetapkan.
(4)
Dalam hal masyarakat hukum adat berada di
2 (dua) atau lebih kabupaten, pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat
ditetapkan dengan Keputusan Bersama Kepala Daerah.
BAB VII
HAK
DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat Hukum Adat
Pasal 12
Masyarakat Hukum Adat
memiliki
hak:
a.
hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam;
b.
hak atas pembangunan;
c.
hak ats spiritualitas dan kebudayaan;
d.
hak atas lingkungan hidup; dan
e.
hak untuk menjalankan hukum dan peradilan adat.
Pasal 13
(1) Hak atas tanah, wilayah
dan sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a adalah hak atas tanah, wilayah
dan sumber daya alam yang dimiliki atau diduduki secara turun temurun.
(2) Hak atas tanah, wilayah
dan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. hak untuk memiliki, menggunakan, mengembangkan
dan mengendalikan sesuai dengan ketentuan hukum adat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b. hak untuk menentukan dan
mengembangkan prioritas dan strategi penggunaan tanah, wilayah dan sumber daya
alam dengan menggunakan cara-cara yang sesuai dengan kearifan lokal daerah;
c. hak untuk
mendapatkan restitusi dan kompensasi yang layak dan adil atas tanah, wilayah
dan sumber daya alam yang dimiliki secara turun temurun apabila dikuasai tanpa
persetujuan dari masyarakat hukum adat;
d. Mekanisme pemenuhan hak
atas restitusi dan kompensasi sebagimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
diatur lebih lanjut melalui Peraturan Bupati.
Pasal 14
(1)
Hak atas tanah dapat bersifat komunal/kolektif dan bersifat
perseorangan sesuai dengan hukum adat yang berlaku;
(2)
Hak atas tanah yang bersifat komunal/kolektif tidak dapat dipindah-tangankan kepada pihak lain;
(3)
Pemanfaatan tanah yang bersifat komunal/kolektif dan perseorangan
di dalam wilayah adat oleh pihak lain hanya dapat dilakukan melalui mekanisme
pengambilan keputusan bersama masyarakat hukum adat yang bersangkutan
berdasarkan hukum adat.
Pasal 15
Hak
atas Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b meliputi:
a. hak menentukan dan mengembangkan
sendiri bentuk-bentuk pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaan setempat;
b. hak
terlibat dalam pelaksanaan program pembangunan yang berada dalam wilayah
Masyarakat Hukum Adat sesuai dengan mekanisme yang adat;
c. hak untuk mendapatkan
informasi yang lengkap dan akurat mengenai program pembangunan yang ditawarkan
oleh pemerintah dan pihak-pihak lain di luar pemerintah yang akan berdampak luas
pada tanah, wilayah, sumber daya alam dan budaya setempat;
d. hak untuk menolak
bentuk-bentuk pembangunan yang dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan dan budaya
adat setempat.
Pasal 16
Hak
atas spiritualitas dan kebudayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c
meliputi:
a. hak menganut dan
melaksanakan ajaran agama/kepercayaan dan atau nilai-nilai hukum adat yang
diwarisi dari leluhurnya;
b. hak untuk mengembangkan
tradisi, adat istiadat yang meliputi hak untuk mempertahankan, melindungi dan
mengembangkan wujud kebudayaannya di masa lalu, sekarang dan yang akan datang,
seperti situs-situs arkeologi, sejarah, artefak dan upacara-upacara adat; dan
c. hak untuk menjaga,
mengendalikan, melindungi dan mengembangkan pengetahuan tradisional dan
kekayaan intelektual serta praktik-praktiknya seperti teknologi, budidaya,
benih, obat-obatan, desain, permainan tradisional, seni pertunjukan, seni
visual dan kesusasteraan.
Pasal 17
Hak
atas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d meliputi:
a. hak untuk mendapatkan
pendidikan lingkungan hidup, akses atas informasi, dan partisipasi terhadap
pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup disesuaikan dengan kearifan lokal;
b. hak untuk memastikan
bahwa ada/tidak ada penyimpanan atau pembuangan bahan-bahan berbahaya di atas
tanah-tanah dan wilayah-wilayah masyarakat hukum adat;
c. hak atas pemulihan
lingkungan hidup di wilayah adat yang mengalami kerusakan.
Pasal 18
Hak
untuk menjalankan hukum dan peradilan adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf d meliputi:
a. hak untuk menyelenggarakan sistem peradilan adat dalam penyelesaian
sengketa terkait dengan hak-hak adat dan pelanggaran atas hukum adat;
b. penyelesaian tindak pidana tertentu yang bisa diselesaikan dengan
melalui hukum adat.
Pasal 19
Hak untuk
menyelenggarakan sistem peradilan adat dalam penyelesaian sengketa terkait
dengan hak-hak adat dan pelanggaran atas hukum adat serta penyelesaian tindak
pidana tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
dilakukan tanpa ada unsur
komersialisasi dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.
Pasal 20
Masyarakat hukum adat berkewajiban :
a.
menjaga keamanan dan ketertiban serta
melaksanakan tolerensi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
b.
menjaga kelestarian
lingkungan hidup dan sumberdaya alam secara berkelanjutan;
c.
melestarikan dan melaksanakan hukum adat dan keluhuran nilai-nilai adat istiadatnya;
d.
berperan aktif dalam proses pembangunan dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan;
e.
bekerjasama
dalam proses identifikasi dan verifikasi masyarakat hukum adat.
BAB VIII
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
HUKUM ADAT
Pasal 21
(1)
Pemberdayaan masyarakat hukum adat
dilakukan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat hukum adat dan pelaku
usaha.
(2)
Pemberdayaan masyarakat hukum adat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terencana, terkoordinasi dan terpadu
dengan melibatkan masyarakat hukum adat.
Pasal 22
(1)
Pemberdayaan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 mencakup aspek kelembagaan,
pendampingan, dan penyediaan fasilitas.
(2)
Pemberdayaan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB IX
KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 23
Pemerintah Daerah berkewajiban:
a.
melakukan
inventarisasi, identifikasi dan
verifikasi dalam rangka pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat;
b.
menyediakan mekanisme
yang efektif untuk menjamin
pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dari
suatu tindakan yang mengakibatkan hilang keutuhan masayarakat hukum
adat, hilangnya nilai-nilai dan identitas budaya;
c.
mengembangkan
dan melaksanakan program pemberdayaan masyarakat adat dengan mempertimbangkan
kearifan lokal;
d.
menjamin dan memastikan wilayah adat dan hutan adat dijadikan dalam penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah;
e.
menjamin
dan memastikan semua pihak yang terlibat dalam penyeleng-garaan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk menghormati, memenuhi dan
melindungi keberadaan masyarakat hukum
adat beserta hak-haknya;
f.
melakukan sosialisasi dan memberikan informasi program pembangunan
kepada masyarakat
hukum adat;
g.
melakukan pembinaan kepada masyarakat hukum adat.
BAB X
KELEMBAGAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
Pasal 24
Lembaga adat dibentuk atas inisiatif masyarakat hukum adat pada setiap wilayah
adat.
Pasal 25
(1)
Lembaga adat dibentuk secara berjenjang, mulai dari tingkat desa,
kecamatan, hingga pada tingkat Kabupaten, dengan tingkatan sebagai berikut:
a.
lembaga adat desa untuk
lembaga adat pada tingkat desa;
b.
lembaga adat kecamatan
untuk lembaga adat pada tingkat kecamatan;
c.
lembaga adat kabupaten
untuk lembaga adat pada tingkat kabupaten.
(2)
Lembaga adat pada setiap tingkatan bersifat koordinatif dari
tingkat teratas sampai ke tingkatan terbawah.
(3)
Lembaga adat dipimpin oleh seorang kepala adat atau istilah lain
dan dibantu oleh dua orang atau lebih.
Pasal 26
Prosedur pemilihan, pengangkatan serta pergantian kepala adat atau istilah lain
ditentukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan pada masing-masing
wilayah adat.
Pasal 27
Kepala adat atau istilah lain berwenang menjadi hakim adat,
memberi fatwa adat, menjadi narasumber bagi pengetahuan hukum adat dan
kewenangan lainnya yang menyangkut budaya, adat – istiadat dan hukum adat.
Pasal 28
Kepala adat dan istilah lain memimpin pemberdayaan, pembinaan, pelestarian, dan pengembangan budaya dan
adat-istiadat pada wilayah hukum masyarakat hukum adat sesuai dengan
tingkatannya masing-masing.
BAB XI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 29
Penyelesaian sengketa dalam masyarakat hukum adat dapat diselesaikan
melalui dua cara, yaitu:
a.
Di luar Peradilan
Adat.
b.
Di dalam
Peradilan Adat.
Pasal 30
Sengketa yang diselesaikan melalui pengadilan adat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 huruf b meliputi:
a.
Sengketa yang bersifat keperdataan antar anggota masyarakat hukum
adat atau antara anggota masyarakat hukum adat dengan pihak luar, termasuk
sengketa yang berhubungan dengan sumber daya alam;
b.
Tindak pidana ringan
BAB XII
PEMBIAYAAN
Pasal 31
(1)
Pembiayaan atas identifikasi, verifikasi dan penetapan masyarakat hukum
adat serta pelaksanaan program
untuk melakukan pemberdayaan
dan pemenuhan hak-hak masyarakat hukum adat dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, dan/atau sumber lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembiayaan yang diperlukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Peraturan Daerah ini mulai berlaku mulai pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sanggau.
Ditetapkan di Sanggau
pada tanggal ... 2016
BUPATI KABUPATEN SANGGAU,
PAOLUS
HADI
Diundangkan di Sanggau
pada tanggal
... 2016
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN SANGGAU
A.L. LEYSANDRI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU, TAHUN 2016 NOMOR …
NO REG PERATURAN DAERAH
KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT : (.../…)
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN
PERATURAN
DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG
NOMOR … TAHUN 2016
TENTANG
PENGAKUAN DAN
PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT
HUKUM ADAT
I.
UMUM
Keberadaan masyarakat hukum adat (MHA)
Kabupaten Sanggau merupakan cerminan
dari keberagaman Indonesia yang memiliki struktur, nilai, sistem dan dinamikanya sendiri, yang tidak bisa diseragamkan, baik dari segi etnisitas, tradisi, kekayaan sumber daya alam
dan lain sebagainya. Pemaksaan terhadap
penyeragaman justru dapat merusak jalinan sosial yang telah terpatri
dan mentradisi
dalam kehidupan MHA. Keberadaannya harus diakui dan dilindungi sesuai
dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Selama ini pelaksanaan program pembangunan
cenderung memposisikan MHA sebagai obyek pembangunan. MHA Kabupaten Sanggau dengan nilai, kepemimpinan dan kearifan lokalnya acapkali terabaikan. Hak-hak masyarakat hukum adat,
khususnya yang menyangkut hak atas budaya, tanah, wilayah, dan pengelolaan
sumber daya alam yang diperoleh secara turun-temurun menurut hukum adatnya masih belum diakui dan dilindungi secara optimal.
Kondisi belum optimalnya pengakuan
dan perlindungan hak-hak
masyarakat hukum adat di Kabupaten Sanggau, mengakibatkan munculnya konflik di
masyarakat hukum adat serta dapat
menghalangi masyarakat hukum adat untuk
berdaulat, mandiri dan bermartabat sebagai bagian dari
bangsa Indonesia.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup
jelas
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa penghormatan, pengakuan dan perlindungan hak-hak bagi masyarakat hukum adat
mencerminkan keadilan yang proporsional.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kesetaraan dan non
diskriminasi” adalah bahwa setiap orang wajib
diberlakukan sama tanpa pembedaan berdasarkan ras,
warna kulit, kepercayaan, bahasa, adat-istiadat dan hukum adat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan lingkungan” adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab
melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas
lingkungan hidup dan sumber daya alam
demi kepentingan terhadap generasi masa kini maupun
generasi masa depan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas partisipasi”
adalah bahwa setiap anggota masyarakat
hukum adat didorong untuk berperan
aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan
pengakuan dan perlindungan hak
masyarakat hukum adat serta pembangunan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah bahwa
dalam pengakuan dan perlindungan
hak-hak masyarakat hukum adat
harus memperhatikan nilai-nilai
luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarkat hukum adat.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keberagaman” adalah bahwa dalam pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat harus memperhatikan dan menghormati keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kepercayaan dan adat-istiadat serta hukum adat.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas transparansi”
adalah bahwa dalam pengakuan dan
perlindungan hak-hak masyarakat hukum
adat bersifat terbuka dan memberikan kesempatan yang seluas-luas kepada
masayarakat untuk memberikan
masukan dalam rangka pengakuan dan
perlindungan hak-hak masyarakat hukum
adat.
Pasal 3
Cukup
jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup
jelas
Pasal 7
Cukup
jelas
Pasal 8
Cukup
jelas
Pasal 9
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup
jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup
jelas
Pasal 22
Cukup
jelas
Pasal 23
Cukup
jelas
Pasal 24
Cukup
jelas
Pasal 25
Cukup
jelas
Pasal 26
Cukup
jelas
Pasal 27
Cukup
jelas
Pasal 28
Cukup
jelas
Pasal 29
Huruf
a
Yang
dimaksud dengan “di luar Peradilan Adat” adalah mekanisme penyelesaian sengketa
yang dilakukan secara musyawarah
mufakat diluar Peradilan Adat.
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan “didalam Peradilan Adat” adalah mekanisme penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui
peradilan adat.
Pasal 30
Cukup
jelas
Pasal 31
Cukup
jelas
Pasal 32
Cukup
jelas
TAMBAHAN LEMBARAN
DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR
...
Tag: forestry, cultur, indigenous people
Comments
Post a Comment