Sistem rangking ditetapkan, CPNS dengan komulatif 255 bisa ikut tes SKB

Image
SISTEM RANGKING SELEKSI CPNS DAN DASAR HUKUMNYA...HOT NEWS Baru baru ini beredar rilis Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi /Menpan RB Nomor 61 Tahun 2018 tertanggal 21 November 2018 tentang  Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan Formasi Pegawai Negeri Sipil Dalam Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2018, Peraturan ini berdasarkan info yang di dapat sudah di undangkan dalam Berita Negera 2018 nomor 1545.

RANCANGAN PERDA PERLINDUNGAN DAN PENGAKUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KABUPATEN SANGGAU


PROVINSI KALIMANTAN BARAT

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU

NOMOR … TAHUN 2016

TENTANG

PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM  ADAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI  SANGGAU,

Menimbang : a. bahwa keberadaan  masyarakat  hukum adat  di  Kabupaten Sanggau  merupakan cerminan  keberagaman  Bangsa Indonesia  yang harus diakui  dan dilindungi sesuai  dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa
  pelaksanaan  program  pembangunan  di Kabupaten Sanggau  selama ini  belum  memberikan  pengakuan dan  perlindungan secara optimal terhadap hak-hak masyarakat hukum adat, khususnya yang menyangkut hak atas budaya, tanah, wilayah, dan pengelolaan sumber daya alam yang diperoleh secara turun-temurun menurut hukum adatnya;
c. bahwa    belum optimalnya  pengakuan  dan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat di Kabupaten Sanggau, mengakibatkan munculnya konflik di masyarakat  hukum adat serta  dapat  menghalangi  masyarakat hukum  adat untuk   berdaulat, mandiri dan bermartabat sebagai bagian dari  bangsa Indonesia;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang  Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Sanggau;
Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6), 18B ayat (2) dan Pasal 21 dan Pasal 28I ayat (3), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor  27 Tahun 1959 tentang Penetapan  Undang–undang Darurat  Nomor  3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor  9) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);
3. Undang-Undang Nomor  5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043;
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang   Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan  Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994  Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3556);
6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886 );
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan  sebagaimana telah diubah  dengan Undang-Undang  Nomor 19  Tahun 2004 tentang Penetapan  Peraturan pemerintah  Pengganti Undang-Undang  Nomor 1 Tahun 2004  tentang  Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan  International   Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (Kovenan Internasional  tentang  Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesehan  International Covenant on Civil,  and Polical Rights (Kovenan  International  tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007  Nomor 68,  Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun  2009  tentang  Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009   Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
13. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia   Nomor 5679);
15. Undang-Undang Nomor 39 Tahun  2014 tentang  Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014  Nomor 308,  Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5613);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
17. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat;
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pelestarian dan Pengembangan Adat-Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat;
19. Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Dalam Negeri  Nomor: 20  Tahun  2012   Nomor:    77  Tahun  2012  Tentang  Parameter Hak Asasi Manusia dalam Pembentukan  Produk Hukum Daerah;
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan  Produk Hukum Daerah;
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat;
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2014 tentang Tata Cara Peran Masyarakat dalam Perencanaan Tata Ruang Daerah;
23. Peraturan Daerah  Provinsi Kalimantan Barat Nomor 10 Tahun 2014  tentang Rencana  Tata Ruang Wilayah  Provinsi Kalimantan Barat Tahun  2014-2034 (Lembaran  Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2014 Nomor 10  Nomor Registrasi  Peraturan Daerah Provinsi  Kalimantan Barat: 8/2014);
24. Peraturan Daerah Kabupaten Sanggau Nomor  1 Tahun  2014 tentang  Rencana Pembangunan Jangka  Menengah Daerah Tahun 2014-2019 (Lembaran  Daerah Kabupaten  Sanggau  Tahun 2014 Nomor 1 Nomor Registrasi  Peraturan Daerah Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat: 1/2014);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SANGGAU

Dan

 BUPATI KABUPATEN SANGGAU
 MEMUTUSKAN :

Menetapkan   :   PERATURAN DAERAH TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1.     Daerah adalah Kabupaten Sanggau;
2.     Bupati  adalah Bupati Kabupaten Sanggau;
3.     Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Sanggau;
4.     Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sanggau yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Kabupaten Sanggau;
5.     Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah Kota;
6.     Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berada di Daerah Kabupaten Sanggau;
7.     Pemerintah Desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
8.     Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa;
9.     Pengakuan hak adalah pernyataan, tindakan secara de facto dan de jure atas keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-haknya yang diberikan oleh pemerintah atau pihak lain;
10. Perlindungan hak masyarakat hukum adat adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib diberikan oleh negara kepada masyarakat hukum adat dalam rangka menjamin terpenuhi hak-hak mereka untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagai satu kelompok masyarakat, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya serta terlindungi dari tindakan diskriminasi;
11. Adat-Istiadat adalah sistem nilai, norma, kaidah dan keyakinan sosial yang tumbuh, berkembang, dihayati, dipelihara dan  dipatuhi   oleh masyarakat hukum adat sebagai pedoman/aturan dalam kehidupannya;
12. Masyarakat hukum Adat yang selanjutnya disebut masyarakat hukum adat Kabupaten Sanggau adalah Warga Negara Indonesia yang memiiki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adatnya, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal, terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun;    
13. Hukum Adat adalah seperangkat norma atau aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang hidup dan berlaku untuk mengatur tingkah laku manusia yang bersumber pada nilai budaya bangsa Indonesia, yang diwariskan secara turun temurun, yang senantiasa ditaati dan dihormati untuk keadilan dan ketertiban masyarakat, dan mempunyai akibat hukum atau sanksi;
14. Hak-hak masyarakat hukum adat adalah hak yang bersifat asal usul yang melekat pada masyarakat hukum adat, yang bersumber dari tatanan politik, ekonomi, struktur sosial dan budaya mereka, khususnya hak- hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam;
15. Hutan adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah hukum adat;
16. Tanah adat adalah tanah beserta isinya yang berada di wilayah adat, yang dikuasai berdasarkan hukum adat, baik yang ada hutan maupun yang tidak ada hutan dengan luas dan batas-batas yang jelas, baik milik perorangan maupun kolektif;
17. Wilayah Adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau perairan beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun-temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau hutan adat;
18. Lembaga adat adalah perangkat organisasi yang tumbuh dan berkembang di wilayah hukum adat, bersifat mandiri, berfungsi untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan- permasalahan kehidupan sesuai dengan hukum adat yang berlaku;
19. Peradilan adat adalah mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan hukum adat atas pelanggaran terhadap hak-hak adat dan hukum adat;
20. Pemberdayaan masyarakat hukum adat adalah proses pembangunan untuk menfasilitasi dan mendorong masyarakat hukum adat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan;
21. Konflik adalah tumpang tindih klaim antara para pihak mengenai hak- hak masyarakat hukum adat, termasuk di dalamnya penguasaan, pengelolaan tanah, wilayah dan sumber daya alam;
22. Pemetaan wilayah adat adalah proses penerjemahan suatu bentang alam ke dalam bentuk kartografi atas sejarah asal usul, tata pengaturan dan pengurusan suatu wilayah sesuai dengan sistem pengetahuan dan praktek- praktek yang berlaku di masyarakat hukum adat;
23. Kearifan lokal adalah gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-padangan yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang hidup dan berkembang dalam satu komunitas masyarakat hukum adat dan dijalankan oleh anggota masyarakat hukum adat yang bersangkutan;
24. Tindak pidana ringan adalah semua tindak pidana yang diancam dengan ancaman hukuman di bawah dari 5 (lima) tahun penjara.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Pengaturan terhadap masyarakat hukum adat diselenggarakan berdasarkan asas:
a.     keadilan;
b.     kesetaraan dan non-diskriminasi;
c.     keberlanjutan Lingkungan;
d.     partisipasi;
e.     kearifan lokal;
f.      keberagaman;
g.     transparansi. 

Pasal 3

Pengaturan pengakuan dan  perlindungan hak masyarakat hukum adat  bertujuan untuk:
a.     mewujudkan masyarakat hukum adat yang aman, toleran tumbuh dan berkembang sebagai kelompok masyarakat sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta terlindungi dari tindakan diskriminasi;
b.     mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengembangan program pembangunan;
c.     memfasilitasi masyarakat hukum adat agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan;
d.     memberikan kepastian dan akses  keadilan bagi masyarakat hukum adat dalam pemenuhan atas hak-haknya;
e.     mewujudkan pemberdayaan masyarakat hukum adat.



BAB III
RUANG LINGKUP

Pasal 4

Ruang lingkup peraturan daerah ini mencakup keberadaan masyarakat hukum adat, kedudukan masyarakat hukum adat, wilayah masyarakat hukum adat,  pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, hak dan kewajiban masyarakat hukum adat, kelembagaan adat, pemberdayaan masyarakat hukum adat, tanggung-jawab pemerintah, pendanaan, dan penyelesaian sengketa.


BAB  IV
KEBERADAAN  DAN KEDUDUKAN  MASYARAKAT  HUKUM ADAT

Pasal 5

(1)    Keberadaan masyarakat hukum adat didasarkan pada ikatan keturunan (genealogis), ikatan wilayah (teritorial), dan ikatan keturunan-wilayah (geneologis-teritorial).
(2)    Keberadaan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki ciri-ciri :
a. terdiri atas sekelompok orang bersifat teratur yang membentuk  kesatuan masyarakat hukum adat;
b. menempati secara tetap wilayah/daerah tertentu atau berada dalam kesatuan wilayah;
c. memiliki penguasa/pemimpin dalam komunitas;
d. memiliki hubungan berdasarkan ikatan geneologis, teritorial, dan genelogis-teritorial;
e. memiliki harta kekayaan material dan immaterial;
f.  mempunyai kesatuan hukum (hukum adat); dan
g. memiliki sistem kepercayaan.


Pasal 6

Masyarakat hukum adat berkedudukan sebagai subyek hukum yang memiliki kedudukan yang sama  dengan Warga Negara Indonesia lainnya.
BAB V
WILAYAH ADAT

Pasal 7

(1)   Wilayah adat meliputi kampung, gabungan dua atau beberapa kampung atau kampung dengan sebutan lain.
(2)   Wilayah adat ditentukan oleh masyarakat hukum adat atas dasar adat istiadat dan/atau hukum adat serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat hukum adat secara turun temurun.

BAB VI
PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

Pasal 8

(1)   Pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dilakukan oleh pemerintah daerah.
(2)   Dalam melakukan  pengakuan dan perlindungan  masyarakat hukum adat  bupati  membentuk Panitia  Masyarakat  Hukum Adat kabupaten.
(3)   Struktur organisasi  Panitia Masyarakat Hukum  Adat  ditetapkan dengan  Keputusan Bupati.

Pasal 9

Pengakuan  dan perlindungan  masyarakat hukum adat    dilakukan melalui :
a.     identifikasi masyarakat hukum adat;
b.     verifikasi masyarakat hukum adat; dan
c.     Penetapan masyarakat hukum adat.  

Pasal 10

(1) Identifikasi  Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a  dilakukan oleh Camat dengan melibatkan Masyarakat hukum adat.
(2) Identifikasi Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  mencakup:  
a.     sejarah masyarakat hukum adat;
b.     wilayah adat;
c.      hutan adat;
d.     hukum Adat;
e.      bahasa;
f.       harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; dan
g.     kelembagaan/sistem pemerintahan adat.
(3) Hasil Identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan verifikasi dan validasi oleh Panitia  Masyarakat  Hukum Adat kabupaten.
(4)  Hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan  kepada masyarakat hukum adat setempat paling lama       1 (satu) bulan.
                                
Pasal 11

(1) Hasil verifikasi  dan validasi  sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 10 ayat (4) disampaikan Rekomendasi Panitia  Masyarakat  Hukum Adat Kabupaten  kepada Bupati.
(2)  Berdasarkan rekomendasi Panitia Masyarakat Hukum Adat, Bupati menetapkan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dengan Keputusan Bupati.
(3)  Masyarakat hukum adat dapat mengajukan keberatan terhadap hasil penetapan Bupati sebagaimana dimaksud ayat (2) paling lama 60 (enampuluh) hari sejak ditetapkan.
(4) Dalam hal masyarakat hukum adat berada di 2 (dua) atau lebih kabupaten, pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Keputusan Bersama Kepala Daerah.


BAB VII
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

Bagian Kesatu
 Hak Masyarakat Hukum Adat

Pasal 12

Masyarakat Hukum Adat memiliki hak:
a.     hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam;
b.    hak atas pembangunan;
c.     hak ats spiritualitas dan kebudayaan;
d.    hak atas lingkungan hidup; dan
e.     hak untuk menjalankan hukum dan peradilan adat.

Pasal 13

(1) Hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a adalah hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang dimiliki atau diduduki secara turun temurun.
(2) Hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. hak untuk memiliki, menggunakan, mengembangkan dan mengendalikan sesuai dengan ketentuan hukum adat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b.   hak untuk menentukan dan mengembangkan prioritas dan strategi penggunaan tanah, wilayah dan sumber daya alam dengan menggunakan cara-cara yang sesuai dengan kearifan lokal daerah;
c.   hak untuk mendapatkan restitusi dan kompensasi yang layak dan adil atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang dimiliki secara turun temurun apabila dikuasai tanpa persetujuan dari masyarakat hukum adat;
d.   Mekanisme pemenuhan hak  atas restitusi dan kompensasi sebagimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur lebih lanjut melalui Peraturan Bupati.


Pasal 14

(1)   Hak atas tanah dapat bersifat komunal/kolektif dan bersifat perseorangan sesuai dengan hukum adat yang berlaku;
(2)   Hak atas tanah yang bersifat komunal/kolektif tidak dapat dipindah-tangankan kepada pihak lain;
(3)   Pemanfaatan tanah yang bersifat komunal/kolektif dan perseorangan di dalam wilayah adat oleh pihak lain hanya dapat dilakukan melalui mekanisme pengambilan keputusan bersama masyarakat hukum adat yang bersangkutan berdasarkan hukum adat.

Pasal 15

Hak atas Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b meliputi:
a.   hak menentukan dan mengembangkan sendiri bentuk-bentuk pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaan setempat;
b.   hak terlibat dalam pelaksanaan program pembangunan yang berada dalam wilayah Masyarakat Hukum Adat sesuai dengan mekanisme yang adat;
c.   hak untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat mengenai program pembangunan yang ditawarkan oleh pemerintah dan pihak-pihak lain di luar pemerintah yang akan berdampak luas pada tanah, wilayah, sumber daya alam dan budaya setempat;
d.   hak untuk menolak bentuk-bentuk pembangunan yang dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan dan budaya adat setempat.

Pasal 16

Hak atas spiritualitas dan kebudayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c meliputi:
a.   hak menganut dan melaksanakan ajaran agama/kepercayaan dan atau nilai-nilai hukum adat yang diwarisi dari leluhurnya;
b.   hak untuk mengembangkan tradisi, adat istiadat yang meliputi hak untuk mempertahankan, melindungi dan mengembangkan wujud kebudayaannya di masa lalu, sekarang dan yang akan datang, seperti situs-situs arkeologi, sejarah, artefak dan upacara-upacara adat; dan
c.   hak untuk menjaga, mengendalikan, melindungi dan mengembangkan pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual serta praktik-praktiknya seperti teknologi, budidaya, benih, obat-obatan, desain, permainan tradisional, seni pertunjukan, seni visual dan kesusasteraan.

Pasal 17

Hak atas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d meliputi:
a.   hak untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses atas informasi, dan partisipasi terhadap pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup disesuaikan dengan kearifan lokal;
b.   hak untuk memastikan bahwa ada/tidak ada penyimpanan atau pembuangan bahan-bahan berbahaya di atas tanah-tanah dan wilayah-wilayah masyarakat hukum adat;
c.   hak atas pemulihan lingkungan hidup di wilayah adat yang mengalami kerusakan.

Pasal 18

Hak untuk menjalankan hukum dan peradilan adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d meliputi:
a.   hak untuk menyelenggarakan sistem peradilan adat dalam penyelesaian sengketa terkait dengan hak-hak adat dan pelanggaran atas hukum adat;
b.   penyelesaian tindak pidana tertentu yang bisa diselesaikan dengan melalui hukum adat.

Pasal 19

Hak untuk menyelenggarakan sistem peradilan adat dalam penyelesaian sengketa terkait dengan hak-hak adat dan pelanggaran atas hukum adat serta penyelesaian tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17  dilakukan tanpa  ada unsur komersialisasi dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.

Pasal 20

Masyarakat hukum adat berkewajiban :
a.     menjaga keamanan dan ketertiban serta  melaksanakan tolerensi  dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
b.     menjaga  kelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya alam secara berkelanjutan;
c.     melestarikan  dan melaksanakan hukum adat dan keluhuran nilai-nilai adat istiadatnya;
d.     berperan aktif dalam proses  pembangunan dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan;
e.     bekerjasama dalam proses identifikasi dan verifikasi masyarakat hukum adat.


BAB VIII
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT


Pasal 21

(1)     Pemberdayaan masyarakat hukum adat dilakukan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat hukum adat  dan pelaku  usaha.
(2)     Pemberdayaan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terencana, terkoordinasi dan terpadu dengan melibatkan masyarakat hukum adat.

Pasal 22

(1)     Pemberdayaan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 mencakup aspek kelembagaan, pendampingan, dan penyediaan fasilitas.
(2)     Pemberdayaan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.


BAB IX
KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH

Pasal 23

Pemerintah Daerah berkewajiban:
a.     melakukan  inventarisasi, identifikasi dan verifikasi  dalam rangka pengakuan dan  perlindungan terhadap masyarakat hukum adat;
b.     menyediakan  mekanisme  yang efektif  untuk menjamin pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat  dari  suatu tindakan yang mengakibatkan hilang keutuhan masayarakat hukum adat, hilangnya nilai-nilai dan identitas budaya;
c.     mengembangkan dan melaksanakan program  pemberdayaan  masyarakat  adat dengan mempertimbangkan kearifan lokal;
d.     menjamin  dan memastikan wilayah adat dan  hutan adat dijadikan dalam penyusunan Rencana  Tata Ruang Wilayah  (RTRW) daerah;
e.     menjamin dan memastikan semua pihak yang terlibat dalam penyeleng-garaan  pemerintahan dan pembangunan daerah  untuk menghormati, memenuhi dan melindungi  keberadaan masyarakat hukum adat  beserta hak-haknya;
f.      melakukan sosialisasi dan memberikan informasi program pembangunan kepada masyarakat hukum   adat;
g.     melakukan pembinaan kepada masyarakat hukum  adat.

BAB X
KELEMBAGAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

Pasal 24

Lembaga adat dibentuk atas inisiatif  masyarakat hukum adat pada setiap wilayah adat.

Pasal 25

(1)   Lembaga adat dibentuk secara berjenjang, mulai dari tingkat desa, kecamatan, hingga pada tingkat Kabupaten, dengan tingkatan sebagai berikut:
a.  lembaga adat desa untuk lembaga adat pada tingkat desa;
b.  lembaga adat kecamatan untuk lembaga adat pada tingkat kecamatan;
c.  lembaga adat kabupaten untuk lembaga adat pada tingkat kabupaten.
(2)   Lembaga adat pada setiap tingkatan bersifat koordinatif dari tingkat teratas sampai ke tingkatan terbawah.
(3)   Lembaga adat dipimpin oleh seorang kepala adat atau istilah lain dan dibantu oleh dua orang atau lebih.

Pasal 26

Prosedur pemilihan, pengangkatan serta pergantian kepala adat atau istilah lain ditentukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan pada masing-masing wilayah adat.

Pasal 27

Kepala adat atau istilah lain berwenang menjadi hakim adat, memberi fatwa adat, menjadi narasumber bagi pengetahuan hukum adat dan kewenangan lainnya yang menyangkut budaya, adat – istiadat dan hukum adat.

Pasal 28

Kepala adat dan istilah lain memimpin pemberdayaan, pembinaan, pelestarian, dan pengembangan budaya dan adat-istiadat pada wilayah hukum masyarakat hukum adat sesuai dengan tingkatannya masing-masing.

BAB XI
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 29

Penyelesaian sengketa dalam masyarakat hukum adat dapat diselesaikan melalui dua cara, yaitu:
a.     Di luar Peradilan  Adat.
b.     Di dalam Peradilan Adat.

Pasal 30

Sengketa yang diselesaikan melalui pengadilan adat sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 29 huruf b meliputi:
a.     Sengketa yang bersifat keperdataan antar anggota masyarakat hukum adat atau antara anggota masyarakat hukum adat dengan pihak luar, termasuk sengketa yang berhubungan dengan sumber daya alam;
b.     Tindak pidana ringan


BAB XII
PEMBIAYAAN

Pasal  31

(1)   Pembiayaan atas identifikasi, verifikasi dan penetapan masyarakat hukum adat serta  pelaksanaan  program  untuk melakukan pemberdayaan dan pemenuhan hak-hak masyarakat hukum adat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau sumber lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai pembiayaan yang diperlukan sebagaimana  yang dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati. 

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

Peraturan Daerah ini mulai berlaku mulai pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sanggau.

Ditetapkan di Sanggau
pada tanggal ... 2016

BUPATI KABUPATEN SANGGAU,



PAOLUS HADI


Diundangkan di Sanggau
pada tanggal ... 2016

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN SANGGAU



    A.L. LEYSANDRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU, TAHUN 2016 NOMOR …

NO REG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT : (.../…)
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG
NOMOR TAHUN 2016
TENTANG
PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM  ADAT


I.      UMUM

          Keberadaan  masyarakat hukum adat (MHA) Kabupaten Sanggau  merupakan  cerminan   dari keberagaman Indonesia yang memiliki struktur, nilai, sistem  dan  dinamikanya sendiri, yang tidak bisa diseragamkan, baik dari segi  etnisitas, tradisi, kekayaan sumber daya alam dan lain sebagainya. Pemaksaan terhadap  penyeragaman  justru dapat merusak jalinan sosial yang telah terpatri dan mentradisi dalam kehidupan MHA. Keberadaannya harus diakui dan dilindungi sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selama ini pelaksanaan program pembangunan cenderung  memposisikan MHA sebagai obyek pembangunan. MHA Kabupaten Sanggau dengan nilai, kepemimpinan dan kearifan lokalnya  acapkali terabaikan. Hak-hak masyarakat hukum adat, khususnya yang menyangkut hak atas budaya, tanah, wilayah, dan pengelolaan sumber daya alam yang diperoleh secara turun-temurun menurut hukum adatnya masih belum  diakui dan dilindungi   secara optimal.
Kondisi  belum optimalnya  pengakuan  dan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat di Kabupaten Sanggau, mengakibatkan munculnya konflik di masyarakat  hukum adat serta  dapat  menghalangi  masyarakat hukum  adat untuk   berdaulat, mandiri dan bermartabat sebagai bagian dari  bangsa Indonesia.

II.   PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa penghormatan, pengakuan dan perlindungan hak-hak bagi masyarakat hukum adat mencerminkan keadilan yang proporsional.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kesetaraan dan non diskriminasi” adalah  bahwa setiap orang  wajib  diberlakukan sama tanpa pembedaan berdasarkan ras, warna kulit, kepercayaan, bahasa, adat-istiadat dan hukum adat. 

Huruf d
Yang dimaksud dengan asas keberlanjutan lingkungan” adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup dan sumber daya alam demi  kepentingan terhadap generasi masa kini  maupun  generasi masa depan.

Huruf e
Yang dimaksud dengan asas partisipasi” adalah bahwa setiap anggota  masyarakat hukum adat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan pengakuan dan perlindungan  hak masyarakat hukum adat serta pembangunan.

Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal”  adalah bahwa  dalam pengakuan dan perlindungan  hak-hak masyarakat hukum adat  harus memperhatikan  nilai-nilai luhur yang berlaku  dalam tata kehidupan  masyarkat hukum adat.

Huruf g
Yang dimaksud dengan asas keberagaman adalah bahwa dalam pengakuan dan perlindungan  hak-hak masyarakat hukum adat  harus memperhatikan dan menghormati  keragaman penduduk, agama,  suku dan golongan,  kepercayaan dan adat-istiadat serta hukum adat.

Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas transparansi” adalah bahwa  dalam pengakuan dan perlindungan  hak-hak masyarakat hukum adat bersifat terbuka dan memberikan kesempatan yang seluas-luas kepada masayarakat  untuk memberikan masukan  dalam rangka pengakuan dan perlindungan  hak-hak masyarakat hukum adat.


Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
          Cukup jelas

Pasal 5
          Cukup jelas

Pasal 6
          Cukup jelas

Pasal 7
          Cukup jelas

Pasal 8
          Cukup jelas

Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas.
         
         Huruf b
                                             Cukup jelas.

          Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 10
          Cukup jelas

Pasal 11
          Cukup jelas

Pasal 12
          Cukup jelas

Pasal 13
          Cukup jelas

Pasal 14
          Cukup jelas

Pasal 15
           Cukup jelas

Pasal 16
          Cukup jelas

Pasal 17
           Cukup jelas

Pasal 18
           Cukup jelas

Pasal 19
           Cukup jelas

Pasal 20
            Cukup jelas

Pasal 21
          Cukup jelas

Pasal 22
          Cukup jelas

Pasal 23
          Cukup jelas

Pasal 24
          Cukup jelas

Pasal 25
          Cukup jelas

Pasal 26
          Cukup jelas

Pasal 27
          Cukup jelas

Pasal 28
          Cukup jelas


Pasal 29
          Huruf a
             Yang dimaksud dengan “di luar Peradilan Adat” adalah mekanisme penyelesaian sengketa yang dilakukan secara  musyawarah mufakat  diluar Peradilan Adat.

          Huruf b
             Yang dimaksud dengan “didalam Peradilan Adat” adalah mekanisme  penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui peradilan adat.


Pasal 30
          Cukup jelas

Pasal 31
          Cukup jelas

Pasal 32
          Cukup jelas


TAMBAHAN  LEMBARAN  DAERAH  KABUPATEN SANGGAU NOMOR ... 



Tag: forestry, cultur, indigenous people

Comments

Popular posts from this blog

NASKAH AKADEMIK RAPERDA PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN SANGGAU